Selamat datang di blog saya

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA............

HORAS !!!

Senin, 18 Juni 2012

Bangsa Lain Mengais Budaya, Negeriku Kelimpungan / Malaysia Klaim Tor-tor

NEGARA Indonesia yang kaya raya akan sumber daya alam dan kultur budaya membuat bangsa ini tertidur. Dimana, saat sumberdaya alam diraup oleh bangsa lain dengan terang-terangan dan terbuka bangsa ini hanya menonton. Ketika kebudayaan yang dimiliki diais oleh bangsa lain, baru merasa memiliki dan kelimpungan.
Pertanyaan yang muncul saat ini adalah, kenapa hasil bumi justru diambil bangsa lain tanpa memebrikan dampak yang begitu signifikan bagi pembangunan bangsa ini justru disepakati dan diekspos ibarat sebuah keberhasilan. Tambang Freeport, CPO di ekspor dan kita beli minyak goreng dan produk turunannya dengan harga yang lebih mahal. Menyedihkan.
Dan itu berlangsung sudah hitungan tahun, bukan hal baru lagi. Bahkan negara tetangga memindahkan daratan pulau sumatera ke negaranya bangsa ini diam. Bahkan putra-putra terbaik bangsa ini justru ikut meloloskan pembobolan pasir dari kepulauan Riau ke negara-negara tetangga terdekat. Garis pantai Indonesia semakin menyempit, negara tetangga melebar. Apa iya, bumi ini akan berubah bentuknya ke depan, yang lebar semakin mengecil dan yang sempit semakin melebar?
Kesadaran masyarakat juga semakin luntur akan hari depan. Kebanyakan hanya memikirkan hari ini. Akibat lemahnya perekonomian. Dimana, pemerintah juga ikut ambil bagian yang tidak bisa menyediakan lapangan kerja atau terbukanya peluang membuka dunia usaha yang dipersulit dengan pengurusan izin.
Nah, saat ini seperti dikutip dari Tempo.co, Senin tanggal 18 Juni 2012, dirilis pemerintah Malaysia berkeinginan mengakui Tari Tor-tor dan alat musik Gondang Sambilan (Sembilan Gendang) dari Mandailing sebagai salah satu warisan budaya negara tersebut.
Seperti dilansir Kantor berita Bernama di Malaysia, Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Datuk Seri Rais Yatim berencana mendaftarkan kedua budaya masyarakat Sumatera Utara itu dalam Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005.
"Tarian ini akan diresmikan sebagai salah satu cabang warisan negara" kata Datuk Seri Dr Rais Yatim seperti dikutip Bernama, usai meresmikan Perhimpunan anak-anak Mandailing, Kamis 14 Juni 2012. "Tapi (pengiktirafan ini) dengan syarat, pertunjukan berkala mesti ditunjukkan, bermakna tarian mestilah ditunjukkan, paluan gendang dipelbagaikan dalam pertunjukan di khalayak ramai,"
Menurut Rais, rencana itu penting dilakukan untuk memperjuangkan seni dan budaya masyarakat Mandailing. Upaya ini juga bertujuan membuka wawasan warga di negara tersebut tentang asal usul mereka.
 
Masyarakat Sumatera Utara, Indonesia, mengenal Tari Tor-tor sebagai salah satu bagian dalam upacara-upacara adat untuk menghormati para leluhur. Adapun Mandailing merupakan salah satu suku di Sumatera Utara.
Perlu digaris bawahi, Rais saja mengakui bahwa pelestarian kebudayaan asal Mandailing itu perlu sebagai kebudayaan suku Mandailing. Tanpa membantah sumber atau asal tarian tersebut. Ini yang perlu ditangkap oleh Pemerintah Indonesia sebenarnya, bukan menyalahkan Malaysia yang selalu mengklaim kebudayaan Indonesia.
Apakah pernyataan itu pernah diutarakan oleh Pemerintah Indonesia, ketika melihat dan menegtahui bangsa ini memiliki sebuah kebudayaan? Bangsa ini telah merdeka sejak 67 tahun yang lalu. Jika ada kemauan dari bangsa ini melestariakan dan peduli dengan kebudayaan, semuanya sudah terdata dan terdaftar dan memiliki hak paten.
Hanya saja, sampai saat ini rezim pemerintahan yang berlaku masih hanya ingin menikmati sebuah kekuasaan tanpa mau mengeluarkan sedikit keringat. Bagaimana tidak? Semuanya itu juga dapat dilihat dari sumber masing-masing pemegang kekuasaan saat ini. Semua terjadi secara pragmatis. Yang punya modal tanpa konsep yang akan duduk di kursi kekuasaan.
Selalu mengaku sebagai negara atau bangsa berbudaya. Namun, boleh dinyatakan bangsa ini adalah bangsa yang tidak menghargai keberagaman budaya. Kenapa demikian? Bangsa ini lebih menginginkan kebudayaan yang berasal dari negara lain. Melainkan budaya sendiri.
Sampai saat ini, di daerah-daerah khususnya di Sumut, taman budaya itu selalu terlantar. Yang mau memanfaatkan hanyalah segelintir orang. Padahal, Sumut diakui sebagai bangsa yang memiliki beragam budaya. Mulai dari tor-tor, dan sesi adat yang dimiliki. Bahkan pola hidup suku-suku di Sumut sesungguhnya memiliki kebudayaan yang khas.
Hanya saja, itu semua dinilai primitive. Sehingga generasi saat ini lebih memilih nongkrong di mal, ketimbang mempelajari kebudayaannya sendiri. Dimana, sesungguhnya bisa memberikan gambaran nilai kehidupan lewat kesenian tersebut.
Ini semua tidak terlepas dari peran pemerintah yang hanya sibuk memikirkan kue keuasaan. Sehingga terlupa dengan jati diri bangsa ini sesungguhnya. Dimana, hal-hal yang berbau kebudayaan asli daerah selalu dilupakan.
Suatu kebanggaan juga, barongsai saat ini sudah menjadi bagian budaya di bangsa ini. Hanya saja, seharusnya harus mampu diimbangi dengan pertunjukan asli daerah. Seperti perjuangan pementasan Opera Batak yang dilakukan oleh Pusat Latihan opera batak (PLOt) di kota Pematangsiantar. Pemerintah di daerah ini bahkan tidak mau tahu, adanya penggalian budaya asli daerah tanah Batak ini.
PLOt hanya berjuang sendiri, bahkan lebih dihargai jika melakukan pementasan di luar Provinsi Sumut. Hal itu diakui oleh PLOt beberapa kali dalam pertemuan dengan saya. Dengan kata lain, suatu saat jika Malaysia atau bangsa lain ingin melestarikan budaya pementasan drama ini, maka bangsa ini akan kelimpungan. Mengaku-ngaku memiliki budaya.
Kita senang membaca, keprihatinan dari beberapa tokoh Sumut diantaranya Bapak Cahidir Ritonga anggota DPRD Sumut, Parlindungan Purba Anggota DPD RI asal Sumut yang sangat geram dengan rencana Rais tersebut. Hanya saja, selama ini dimana? Apa yang telah dilakukan dengan inventarisasi kebudayaan ini?
Kegerahan yang disampaikan para tokoh ini seperti diberitakan Harian Tribun Medan, edisi Senin (18/6). Parlindungan menilai banyaknya kejadian Malaysia mengklaim budaya Indonesia, merupakan wujudnya lemahnya ketahanan Indonesia.
Ia terkejut ketika mendapati kemplang, angklung dan alat-alat musik Jawa menjadi pengisi wisuda di satu universitas Malaysia. Para mahasiswa dan pihak universitas di sana sadar yang mereka mainkan merupakan alat musik asli Indonesia. Tapi mereka menggunakannya dengan situasi Malaysia.
Padahal di Indonesia, penghibur pada saat wisuda adalah  keyboard.
"Ketahanan budaya harusnya jangan saat ribut-ribut begini. Coba kalau kita jaga saya yakin mereka juga enggan mengklaimnya," ujarnya seraya mengatakan masalah perebutan budaya sebenarnya harus dipisahkan dengan konteks tenaga kerja, sehingga kedua negara tidak saling panas dan mencari solusi dengan baik.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga,  menilai klaim Malaysia ini sudah berlebihan.
''Sebagai wakil rakyat yang mewakili Angkola Mandailing, saya mengimbau Malaysia membuka dialog sebelum melangkah  lebih jauh. Benar semua negara di Asia Tenggara menggunakan gendang dan tortor sebagai perangkat keras kebudayaannnya. Tapi Tortor dan Paluan Sembilan Gordang asli milik Angkola Mandailing,'' katanya.###