Selamat datang di blog saya

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA............

HORAS !!!

Selasa, 22 Februari 2011

DPRD Terima Masukan Dari HKTI

MEDAN, ‎​Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara, akan mengikutkan dan melibatkan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumatera Utara dalam musrembang yang akan digelar bulan April mendatang.

"Nanti dalam musrembang provinsi yang dijadwalkan bulan April 2011, kami akan upayakan agar HKTI diundang dan dilibatkan dalam kegiatan itu sebab masukan - masukan dari HKTI tentunya dapat bermanfaat bagi pembangunan di Sumut," kata Ketua Komisi B DPRD Sumut, Guntur Manurung saat berdiskusi bersama pengurus HKTI di ruang komisi, Selasa (22/2). 

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumatera Utara (Sumut), sebelumnya melakukan audensi ke pimpinan DPRD Sumut yang diterima oleh Ketua DPRDSU, H Saleh Bangun dengan didampingi Wakil Ketua, H Mohammad Afan.

Setelah audensi dengan pimpinan dewan, HKTI Sumut yang diketuai oleh Zaman Gomo Mendrofa beserta rombongan langsung melakukan pertemuan dengan Komisi B DPRDSU dan diterima oleh Wakil Ketua Komisi B, Guntur Manurung dan anggota lainnya.

Pada pertemuan itu, Guntur juga mengatakan bahwa banyak sebenarnya pos-pos anggaran dari Dinas Pertanian, Dinas Perikanan dan Kelautan, maupun Dinas Peternakan yang dapat dikerjasamakan dengan HKTI Sumut. "Bahwa masing-masing SKPD tersebut, memberikan bantuan dana ke kabupaten / kota dalam bentuk program. Misalnya untuk gabungan kelompok tani nelayan, bantuan tehnis dan peralatan berupa hand tracktor dimana satu alat tersebut mampu melayani 100 hektar sawah," kata Guntur. 

Masalah penyaluran pupuk, menurut Guntur, sampai saat ini mengalami keterlambatan dan hal itu terjadi karena daya serap pupuk oleh petani masih sangat rendah. Pernyataan ini ditampik oleh Jan Toguh Damanik dan mengutarakan bahwa daya serap pupuk rendah karena daya beli petani terhadap pupuk sangat rendah.

"Hal itu karena harga pupuk yang sangat tinggi sementara daya beli petani terhadap pupuk sangat rendah. Ketersediaan pupuk bersubsidi juga belum dapat membantu petani karena pupuk bersubsidi sangat sulit didapat petani," kata Jan Toguh, mantan anggota DPRDSU ini.

Zaman Gomo Mendrofa, mengatakan kalau hasil survey yang dilakukan oleh HKTI selama ini membuktikan bahwa 72% warga Sumut masih berstatus Petani.

Jan Toguh mengingatkan agar alih fungsi lahan pertanian jangan menimbulkan masalah kerawanan pangan di Indonesia. Tidak ada satupun undang-undang yang membatasi tentang komoditi dan kepada masyarakat diberikan kebebasan untuk mengusahakan lahan pertaniannya, jelas Jan Toguh.

Pertemuan yang dihadiri oleh beberapa anggota Komisi B diantaranya Washington Pane, Sudirman Halawa, Dicky Dirkhamsyah, Tiaisyah Ritonga dan Evi Diana juga mendiskusikan mengenai harga pupuk yang sangat tinggi sehingga sulit dijangkau oleh petani. HKTI mendesak pemerintah untuk dapat melakukan modifikasi dalam penjualan pupuk agar petani merasa nyaman melakukan usahanya dan hasil produk pertaniannya dapat meningkat.

"Tidak seperti yang terjadi sekarang ini, harga gabah kering rendah, petani menjual kepada tengkulak dan kepada penggilingan dengan harga Rp 4.200,- / kg," kata Dartatik wakil ketua HKTI.

Dengan harga pupuk tinggi disaat menjelang musim panen, kemudian anomali cuaca seperti sekarang turut mempengaruhi hasil panen, harga lebih ditentukan oleh pedagang beras, bukan oleh petani. Mana ada Bulog membeli beras atau gabah dari petani di Sumut, tegas Dartatik. Dartatik juga meminta agar di Sumut dibentuk Corporate Farming yang artinya sekelompok petani yang dibentuk dengan didasarkan pada manajemen petani itu sendiri. "Jadi kita tinggal membantu penyuluhan, pemasaran, maupun pendanaannya," kata Dartatik.

Dartatik mencontohkan kalau di Kabupaten Simalungun pernah dibentuk corporate farming dengan hasil panen 1300 ton / bulan dan cara seperti ini bisa dilakukan oleh Pemprovsu. 

Saat dikonfirmasi dengan Bulog mengenai tidak adanya pembelian gabah oleh Bulog dari petani di Sumut, melalui Humasnya, Rusli, mengatakan bahwa harga yang dibuat oleh petani sangat tinggi sehingga Bulog tidak mampu menyerapnya.

"Dari tahun 2005 hingga sekarang, Bulog tidak ada menyerap gabah ataupun beras dari petani di Sumut karena harga pembelian pemerintah (HPP) tidak mampu membeli beras petani. Untuk harga gabah kering dari petani Rp 3300,-/kg sementara HPP Rp 2640,-/kg. Demikian juga untuk beras, harga yang dibuat petani Rp 7000-an/kg sedangkan HPP Rp 5060,-/kg," kata Rusli.

Rusli menambahkan bahwa masalah harga pupuk yang tinggi yang berdampak pada naiknya harga gabah ataupun beras petani, sama sekali bukan wewenang Bulog sebab Bulog hanya membeli beras atau gabah dari petani sesuai harga yang telah ditetapkan yakni mengacu pada HPP.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar