TAK jarang aku jalan dalam khayalan 'tuk bisa meraih seluruh impian. Badan ini serasa penuh dengan beban, apa kah ini akan berlalu atau tidak, hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Malam selalu ku lalui dengan penuh rasa sepi. Begitu malam tiba, rasa rindu semakin kuat mendesak dada ini. Ntah lah..., kenapa harus selalu banyak warna gelap di hidup ini.
Sejak lama tak bisa merasakan indahnya sentuhan ataupun sapaan seorang ayah, membuat aku semakin miskin percaya diri. Kapan dan di mana aku akan mendapatkannya kembali.
Pilu rasanya hati ini, melihat sekeliling yang hidup penuh kebahagiaan dan dilingkupi kasih sayang.
Tak terasa, di usia ku yang hampir memasuki seperempat abad makin besar tanggungjawab. Rasanya belum mampu, sebab masih merasakan sedihnya harus melepas sang ayah ntah ke mana rimbanya saat ini.
Begitu malam berlalu, aku selalu bangun dan berusaha tuk menabur rasa penuh syukur dan selalu berkata, "Terimakasih Tuhan buat hari ini, seluruh hidupku Engkau yang merencanakan dan mengaturnya. Hidup dan matiku di tangan Mu".
Doa itu selalu timbul dalam hatiku, di saat harus beranjak dari tempat di mana aku membaringkan tubuh ini. Tidak banyak yang bisa ku lakukan jika saat bangun di pagi hari, hanya saja setealh itu aku merasa lebih kuat.
Keindahan dan kekayaan rasanya percuma untuk dikejar. Karena aku yakin Tuhan sudah menyediakan apa pun yang seharusnya kumiliki dan ku butuhkan. Tak ada satupun yang diciptakan-Nya tanpa rancangan baik.
Hanya saja, bagaimana kita bisa melakukan dan menjalankan seluruh perintah-Nya.
Malam ini, aku justru merasa lebih nyaman dibanding malam-malam sebelumnya. Karena sejak aku kuliah, yaitu saat aku tiba di Kota Medan aku justru merasa hidupku baru dimulai.
Awal aku kuliah, di situ lah awal aku harus menghadapi seluruh kehidupan nyata. Tak banyak cerita indah atau menyenangkan yang bisa aku ingat selama kuliah. Saat itu aku masuk kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU).
Tentunya jalur masuk ku ke universitas yang masih ternama itu, masuk melalui jalur yang masih dibanggakan pada masa itu. Aku masuk melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).
Aku lulus tampa harus mengikuti ujian masuk. Ayah ku termasuk orang yang paling bahagia mendengarnya.
Seolah tak ada yang lebih dari itu, Ayah bahkan menceritakan rasa bahagianya kepada setiap orang yang ditemuinya. Rasa bangganya itu membuat hidupku saat itu lebih berarti.
Sampai waktunya akan melakukan registrasi ke kampus, ia setia menghantarkan aku. Aku bersama Ayah berangkat ke kota yang masih beberapa kali aku kunjungi itu. Tak ada rasa lelah terlihat bagi Ayah saat menemaniku dan menunggui aku saat harus berjam-jam mengantri saat melakukan registrasi.
Menjadi anak pertama yang masuk ke perguruan tinggi negeri, menjadi kebanggaan bagi Ayah di kampung mungilku. Banyak hal yang dilakukannya untuk memberi semangat bagiku.
Karena ia tahu, aku akan menempuh pendidikan jauh dari pengawasan mereka. Meski demikian, Ayah menunjukkan kepadaku rasa percayanya kepada anaknya. Sebelum Ayah pulang kekampung meninggalkan aku di kota metropolitan ini, Bunda selalu menanyakan kondisi aku lewat telepon. Sampai-sampai tak membiarkan Ayah pulang sampai urusan registrasiku beres seluruhnya.
Bunda seakan tak yakin, aku sanggup jauh dari mereka. Meski sejak tiga tahun SMA, aku sudah tinggal beda dengan mereka. Aku berusaha menyakinkan Bunda melalui telepon. Berbagai cara kubuat untuk menyakinkan mereka.
Hampir satu minggu Ayah harus menemani aku di Medan, karena bunda pesan sama Ayah agar tidak meninggalkan aku.
Rasanya sedih semakin sedih, karena semakin Bunda menyampaikan pesan dan nasehatnya melalui telepon. Aku sadar, itu tentunya akan menjadi kekuatan dan modal bagiku.
Tapi setelah seluruh rangkaian registrasi selesai aku pun kuliah dan mengikuti seluruh kegiatan di kampus yang berhubungan dengan mata kuliah. Aku memang kurang aktif di kegiatan ekstra kampus. Sampai selesai kuliah saya hanya mengikuti beberapa kegiatan saja.
Hal itu membuat aku justru seolah jauh dari teman-teman. Bukan tak mau, hanya saja aku tak mampu mengikuti kelihaian teman-teman saat melakukan suatu kegiatan.
Keinginan juga terbenteng tinggi oleh kekurangan dana.
Bunda setiap bulannya hanya mengirimkan lima ratus ribu rupiah. Uang tersebut aku gunakan untuk memenuhi seluruh kehidupan ku di kota yang serba duit ini.
Bersambung.....
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT