Hal itu terungkap dalam Seminar Nasional Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Sumut 2011 dengan Tema "Peranan Teknologi Pangan Dalam Mengatasi Krisis Pangan" di Aula Politeknik Kesehatan (poltekes) Jl Jamin Ginting KM 13,5 Medan, Kamis (20/110). Seminar ini menghadirkan pembicara-pembicara yang berpengalaman dibidangnya. Seperti Prof Dr Ir Achmad Suryana (Kepala Ketahanan Pangan Kementerian RI), Prof Dr Ir Winiati Pudji Rahayu (Ketua PATPI Pusat dan Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan IPB), Prof Dr Ir Posman Sibuea (Guru Besar Ketahanan Pangan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Unika Santo Thomas SU Medan).
Namun karena ada kegiatan yang sama di daerah lain, Acmad Suryana yang menjadi keynotespeker, makalahnya didisampaikan oleh Posman Sibuea. Tanpa mengurangi makna seminar yang panitiai oleh Dr Ir Elisa Julianti ini tetap berjalan dengan baik, yang dibuka oleh Pembantu Rektor II USU, Prof Dr Armansyah Ginting Meng.
Teknologi pangan sangat perlu ditingkatkan, sebab jika tidak tersedia kebutuhan pangan memenuhi kebutuhan maka akan menajdi masalah yang besar. Sehingga pemerintah mnggiatkan dan memfokuskan pengembangfan pangan karbohidrat berbasis lokal. Yang disebut dengan diversifikasi pangan. Yang diperoleh dengan olahan pangan lokal, melibatkan industri nasionalo untuk peningkatan cita rasa, dan meningkatkan ketersediaan pangan sumber protein.
Menurut Acmad Suryana krisi pangan dunia antara tahun 2007 hingga 2010 diakibatkan oleh dua hal, yaitu krisis minyak dunia, dan perubahan iklim dunia. "akibat krisis minyak, harga bahan pangan mahal, sedangkan akibat perubahan iklim yang signifikan mengakibatkan kelangkaan bahan pangan," kata Posman saat menjelaskan makalahnya. Kelangkaan pangan terjadi akibat gagal panen dibeberapa negar adi dunia.
Untuk mejaga ketahanan pangan, diharapkan agar konsumsi beras dan terigu dikurangi secara nasional. Sebab saat ini, Indonesia termasuk penginpor beras dan terigu terbesar di Dunia. Cara mengatasinya adalah dengan meningkatkan produksi bahan pangan umbi-umbian.
Pemerintah berperan dalam mengatur ketersediaan bahan pangan di Indonesia, seperti tercantum dalam UU no 7/1996 tentang pangan. Juga PP 68/2002 tentang ketahanan pangan Bab VI, tugas pemerintah dan masyarakat diatur didalamnya.
Hingga kini yang menjadi masalah bagi proses diversifikasi pangan adalah pendapatan masyarakat masih rendah, kebijakan inportan dan produksi mie instan, produksi beras masih rendah, harga beras inpor lebih murah, kualitas pangan masih rendah dan belum beragam serta suplay energi masih bersumber dari karbohidrat.
"Konsep makan masyarakat, belum makan kalau belum konsumsi beras," katanya. Peluang diversifikasi, adanya pergeseran konsumsi, banyaknya kebutuhan, kesadaran akan kesehatan akan turut membantu.
Sementara itu, target diversifikasi pangan adalah peningkatan keaneka ragaman pangan dan peningkatan kesejahteraan petani.
--------10 Kg Per Kapita------
Prof Winiati ketahanan panagn belum tercapai karena tingginya produk pangan yang terbuang. Terbuangnya bahan pangan dimulai sejak pasca panen. "Pasca panen merupakan proses paling besar terbuangnya bahan pangan," katantnya.
Selain dalam proses pengolahan pascapanen, masyarakat juga banyak yang membuang makanan sengaja atau tidak sengaja. Seperti saat makan bersisa, dan mengambil makanan berlebihan saat akan makan.
Saat ini, diperkirakan per kapita masyarakat Indonesia membuang bahan makanan 5-10 kg per tahun. Padahal banyak warga yang justru jauh dari ketersediaan bahan pangan. Sehingga diharpkan dengan diversifikasi ini, seluruh warga akan merasakan ketersediaan pangan.
Di lain hal, Winiati juga mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan tidak hanya dari aspek kuantitatif saja, tetapi juga asoek kualitatif. "Aspek kualitatif mencakup faktor keamanan, kecukupan dan keseimbangan gizi, kesehatan dan fungsionalitas, kemudahan, kelezatan dan harga," kata dosen IPB ini.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT