"Tender terbuka seperti yang diusulkan Wakil Presiden Boediono merupakan solusi terbaik untuk menentukan pihak mana yang nantinya akan mengelola perusahaan setelah 2013," ujar anggota Panitia Khusus (Pansus) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Tunggul Siagian di kantor DPRD Sumatera Utara Jl Imam Bonjol Medan, Kamis (24/02/2011).
Usai rapat pansus dengan 10 pemerintah kabupaten/kota, politisi Partai Demokrat itu mengatakan, tender terbuka akan jauh lebih menguntungkan dengan harapan potensi perusahaan bakal dikelola secara maksimal.
"Memang tetap terbuka peluang bagi pihak Jepang untuk ikut tender terbuka itu, namun kendali perusahaan telah berada di tangan Pemerintah Indonesia," katanya.
Namun demikian, menurut Tunggul Siagian yang juga Sekretaris Komisi D DPRD Sumut, dalam kausul tender itu harus termuat dengan jelas keikutsertaan pemerintah daerah di perusahaan tersebut, apakah dalam bentuk kepemilikan modal atau penerima bagian keuntungan.
"Sesuai harapan pemerintah daerah dan juga masyarakat Sumut, keikutsertaan daerah harus menjadi salah satu bagian perundingan dan persyaratan dalam klausul tender. Jadi, siapa pun yang nantinya keluar sebagai pemenang tender, Sumut ada di dalamnya," katanya.
Dengan demikian, daerah tidak lagi tinggalkan sebagaimana yang selama ini terjadi ketika PT Inalum dikelola konsursium Jepang. "Cukup sudah selama 30 tahun Sumut tidak mendapatkan apa-apa, seperti yang tadi juga disampaikan 10 pemerintah kabupaten/kota pada rapat pansus," katanya.
Pada rapat pansus itu sendiri, ke-10 kabupaten/kota sepakat mendesak Pemerintah Pusat mengambil alih PT Inalum secara penuh. Kabupaten/kota itu masing-masing Kabupaten Asahan, Simalungun, Dairi, Humbang Hasundutan, Batu Bara, Karo, Samosir, Toba Samosir, dan Kabupaten Tapanuli Utara serta Kota Tanjung Balai.
Alasan mereka, selama ini PT Inalum tidak banyak memberi kontribusi bagi daerah, kecuali dalam bentuk program "corporate social responsibility" (CSR) atau program kemitraan dan peduli lingkungan (PKBL).
Seperti yang disampaikan Wakil Bupati Toba Samosir Liberty Pasaribu, meski PT Inalum mampu menghasilkan energi murah hingga 600 megaWatt (MW) dengan memanfaatkan air Danau Toba, namun hingga kini masih ada desa dan dusun di daerahnya yang justru belum tersentuh listrik.
"Jadi tidak ada solusi lain selain Inalum diambil alih dan dikelola sepenuhnya oleh negara. Kita butuh bagian saham atau bagian keuntungan yang jelas karena Inalum mendapatkan energi listrik dari keberadaan Danau Toba, tidak cukup lagi jika hanya dalam bentuk 'royalty' atau 'annual fee' saja," katanya.
Sesuai "master agreement" antara Pemerintah Indonesia dengan 12 investor asal Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Aluminium (NAA) Corp pada 7 Juli 1975, kerja sama akan berakhir pada 2013.
NAA sendiri menguasai 58,88 persen saham PT Inalum dan sisanya (41,12 persen) dikuasai Pemerintah Indonesia.
Dewasa ini, perusahaan yang berdiri 6 Januari 1976 dengan investasi awal sebesar 411 miliar yen itu mempekerjakan 2.014 tenaga kerja Indonesia dan dua orang tenaga kerja asal Jepang.
Pada 2009, perusahaan peleburan aluminium itu mampu menghasilkan 254 ribu ton ingot (aluminium batangan) dengan penjualan 394 juta dolar AS dan laba bersih 66 juta dolar AS.
Penjualan tertinggi tercatat pada tahun 2007 sebesar 650 juta dolar AS, sementara laba bersih tertinggi pada tahun 2005 sebesar 157 juta dolar AS.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar