MEDAN, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Distanakwan) Sumut, Drh Tetty Erlina Lubis, MSi mengatakan, pihaknya tidak melihat adanya dugaan penyimpangan sampai ratusan juta rupiah, terkait penggunaan dana pemetaan flu burung di Medan. “Sesuai surat yang kami terima dari kordinator program Food Agricultural Organization (FAO), dan berdasarkan hasil audit, penyelenggara kegiatan tidak menemukan masalah perhitungan keuangan yang mengarah pada penyimpangan dana,” katanya kepada pers di Medan, Senin (31/1).
Hal ini disampaikan untuk menyikapi pemberitaan yang menyebut terjadi penyalahgunaan dana sebesar US$38.000 selama 2007-2010 pada pelaksanaan pemetaan flu burung di Medan beberapa waktu lalu.
Penggunaan dana tersebut digunakan untuk membiayai operasional komunikasi dan bahan bakar serta pelatihan sekitar 177 orang relawan di kabupaten/kota di Sumut. Sedangkan biaya yang di-reimburse (dibayarkan) setiap bulan kepada para volounter setiap bulan Rp 70-an juta.
FAO juga membantu kendaraan roda empat tiga unit, yaitu satu unit Ranger dan dua unit Xenia serta 100 unit sepeda motor yang digunakan para sukarelawan.
“Saya baru saja dari Jakarta melaporkan perkembangan itu, dan dari hasil laporan dan audit, pihak penyelenggara, mereka tidak melihat masalah keuangan,” kata Tetty.
Surat yang dari FAO di Jakarta ditujukan kepada Distanakwan Sumut bernomor 05/FAO ECTAD-HPAI/LDCC/01/2011 tertanggal 26 Januari 2011 menyebutkan, sebagaimana diminta Direktorat Hewan Kementerian Pertanian Melalui National Project Coordinator PDSR dalam program pengendalian HPAI (high-pathogenic avian influenza) Deptan-FAO telah dilakukan audit internal terhadap penggunaan dana Letter of agreement (LoA) untuk LDCC (Local Disease Control Centres) Medan.
Dari kegiatan yang beroperasi di bawah proyek Participatory survellience disease and response (PSDR) dalam program HPAI (high-pathogenic avian influenza) Kementerian Pertanian-FAO EctaD HPAI Control Program untuk penggunaan LoA 2007-2010, tidak ada masalah perhitungan keuangan yang mengarah pada penyimpangan anggaran dana tersebut. Surat tersebut diteken Ken Shimizu, operation coordinator FAO-ECTAD HPAI Control Programme Indonesia. Sudah dikembalikan dijelaskan Tetty, munculnya permasalah ini disebabkan persoalan internal penggunaan dana yang dilakukan oleh tiga oknum LDCC di Medan.
“Yang saya dengar, ada penggunaan dana untuk seusatu keperluan, namun sudah dikembalikan. Dan sisa rekening yang ada di oknum LDCC Medan berkisar Rp700-an juta sudah diambil-alih oleh FAO dan dalam minggu ini tim FAO akan turun ke Medan,” kata Tetty.
Terkait penggunaan dana tersebut, menurut Drh Tetty, pihak penyelenggara tidak menghendaki mekanisme yang dilakukan oknum LDCC Medan.
Atas perbuatan oknum tersebut, Tetty merasa tidak nyaman. Dan berdasarkan rekomendasi FAO di Jakarta, tiga oknum LDCC diberhentikan dengan hormat. “Surat pemberhentiannya sedang kita siapkan terhadap tiga oknum di LDCC, yakni kordinator, petugas senior dan petugas data encoder senior,’ kata Tetty.
Kendati demikian, secara moral ia mengatakan ikut bertanggungjawab dalam masalah ini. “Ya kita ikut bersalah, tetapi yang jelas dalam penggunaan dana di LDCC, kita tidak pernah campuri. Itu semuanya tanggungjawab LDCC yang ditunjuk dan diangkat langsung dari FAO Jakarta,” katanya.
Lagi pula, setiap bulan tim dari FAO secara rutin datang ke Medan untuk mengevaluasi dan memeriksa perkembangan terakhir. “Mereka juga akan evaluasi, apakah program pemantauan flu burung dapat dilakukan lagi di Medan. Namun saya dengar program ini akan berakhir bulan 9 mendatang, tetapi saya tegaskan, itu bukan karena ada masalah terkait penggunaan dana oleh oknum LDCC di Medan,” kata Tetty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar