"Jangan malah pejabat yang ada di dalam yang memborong perumnas yang dibangun," kata Marahalim anggota Komisi D DPRD Sumatera Utara saat rapat dengar pendapat di ruang komisi D Kantor DPRD Sumatera Utara, Senin (14/3)
Prum Perumnas, Parlindungan Siallagan.
Rapat yang diikuti oleh Dinas Tarukim Sumatera Utara, Perum Perumnas, dan Real Estate Indonesia (REI) dipimpin oleh ketua Komisi, Maratua.
Marahalim juga menyanyangkan, saat ini fungsi perumnas kerap berubah. "Fungsi perumnas sudah beralih fungsi, menjadi rumah kumuh masyarakat," katanya. Tanggungjawab siapa sebenarnya perumnas pasca penjualan kepada masyarakat?
Saat ini juga dia katakan, banyak perumnas yang justru dimiliki pejabat Perumnas sendiri. "Bahkan satu lorong bisa memiliki enam pintu atas satu nama," katanya.
Ia mengharapkan agar Perum Perumnas membatasi pembelian rumah bersifat borongan demikian. Agar masyarakat miskin lebih memiliki kesempatan untuk memiliki rumah.
Anggota Komisi D yang lain, Effendi Napitupulu, juga mengapresiasi pernyataan rekannya itu. Peran yang sangat diperlukan untuk tetap menjaga kenyamanan masyarakat pengguna perumnas.
Ia juga mengatakan agar Perum Perumnas memperhatikan nilai sosial dalam pembangunan rumah. "Dalam pembangunan perumnas juga memikirkan nilai sosial, karena sangat berpengaruh terhadap kenyamanan tinggal penduduk," katanya.
M Nasir anggota komisi yang lain mengingatkan agar tetap memperhatikan masalah drainase dalam pembangunan perumnas. "Jangan malah menjadi nilai negatif bagi perumnas," katanya.
Nasir juga mengatakan bahwa saat ini yang paling bermasalah adalah perumnas gria Martubung satu dan dua. "Tolong itu diperhatikan," katanya.
Untuk menjawab kewenang siapa setelah pasca pembangunan perumnas, Khairul Anwar dari dinas Tarukim mengatakan bahwa Perumnas yang telah dibangun tidak ditanggungjawapi Pemprov Sumut.
"Tanggungjawab itu tidak di provinsi lagi, melainkan di kabupaten kota," katanya. Pihaknya saat ini sedang menjajaki koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Parlindungan Siallagan kepala Perum Perumnas mengatakan bahwa adanya oknum yang memanfaatkan jabatan untuk mendapat ruang diperumnas selalu diupayakan untuk tidak terjadi. "Hal itu menjadi beban di perrusahaan, dengan dalih rumah tidak laku," katanya.
Saat ini sedang digalakkan suatu cara untuk meminimalisir hal tersebut. Yaitu Pola transparansi. "Saat ini pola transparansi sedang dijalankan," katanya. Pola ini, menyajikan seluruh data penjualan mulai dari pra jual.
Mengenai perumnas jadi perumahan kumuh, Parlindungan mengatakan bahwa ada fase di mana Perum Perumahan masih menanggungjawapi perumnas. "Kami bukan mau menghindar. Tapi ada fase perumnas, ada fase kabupaten/kota. Selama kami ada aktivitas, akan kami tanggungjawapi," katanya. Namun, setelah diserahkan ke kabupaten/kota, tentu menjadi tanggungjawabnya.
Ia juga mengatakan bahwa penyesuaian harga perumnas selama ini disesuaikan dengan harga tanah. Berkaitan juga terhadap upaya perluasan kapling yang menyangkut kemampuan orang untuk membeli.
Pada kesempatan itu juga dipaparkannya, bahwa etika pembangunan perumnas, harus menyediakan ruang terbuka sampai 40 persen dari keseluruhan, dan dari 40 persen tersebut sebanyak 20 persen menjadi ruang terbuka hijau. "Jadi ruang produktif hanya 60 persen," katanuya.
Rusman Hasibuan staf REI mengatakan, PLN dan Perbankan sangat berpengaruh pada pembangunan yang dilakukan REI. KPR sampai 14 persen yang diberlakukan saat ini, menjadi suatu kendala. "Perbankan kurang fokus atau belum memberi subsidi khusus," katanya.
Rusman juga mengatakan agar Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) memberi perhatian khusus bagi kredit perumahan, khususnya masyarakat di Sumatera Utara.
Rapat ini juga dihadiri oleh Ketua REI Rusmin Lawin, sekretaris REI, Jafar Syabuddin Ritonga.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar