MEDAN, Ketua panitia seminar membangun peran gereja bagi keamanan dan stabilitas nasional, Rajamin Sirait mengatakan bahwa dalam menyikapi kondisi keamanan saat ini, gereja harus mengambil sikap untuk tetap mempertahankan keamanan dan stabilitas di tempat tinggal. Hal ini diungkapkannya saat pelaksaanaan seminar di gedung Binagraha jl Diponegoro Medan, Sabtu (19/2). Dalam seminar tersebut dihadirkan sebagai narasumber Sahala Siallagan dan Mayjen Raja Kami Sembiring. Seminar tersebut ditujukan untuk membangun sinergitas antara peran gereja dan pihak kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban secara nasional khususnya di Sumut. Rajamin mengatakan bahwa gereja dalam pada masa kini hendaknya bukan hanya sekedar tempat untuk beribadah. Mealiankan juga untuk pembinaan bagi jemaatnya agar menjadi seseorang yang bermanfaat bagi lingkungannya. "Harus bisa memberikan dampak yang positif bagi lingkungan, dan berpengaruh positif di lingkungannya itu. Minimal bisa jadi polisi bagi diri sendiri," katanya dalam seminar yang diselenggarakan Persatuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injil Indonesia (PGLII) itu. Sahala yang juga sebagai wakil kepala kepolisian daerah (wakapolda) Sumut mengtakan bahwa saat ini konflik terjadi kebanyakan beralaskan agama. "Padahal tidak ada agam satupun yang mengajarkan untuk saling menimbulkan konflik," katanya. Justru, kata Sahala, perbedaan yang ada seharusnya merupakan kesempurnaan karya Tuhan yang maha kuasa. "Perbedaan itu diciptakan Tuhan untuk suatu keindahan dan saling melengkapi," katanya. Ia berharap agar perbedaan yang ada jangan dianggap suatu yang bertentangan. Karena tidak ada dituliskan di alkitab mana pun yang masuk surga itu adalah gereja si A atau gereja si B. Gereja mengajarkan agar saling mengasihi, kejujuran, dan saling menghormati. "Tidak pernah diajarakan untuk saling mencari perbedaan," katanya. Menurutnya, konflik yang sering terjadi bersumber dari kepemimpinan yang krisis perilaku, sehingga tidak bisa dicontoh. Saat ini, tidak ada pemimpin yang bisa dijadikan tauladan dalam kepemimpinannya. "Merembeslah sampai ke bagian yang paling kecil, sehingga kurang rasa percaya diri individual," kata Sahala. Solusi untuk masalah ini yang justru sering menimbulkan konflik antar umat beragama, baik itu kristen dengan masyarakat, kristen dengan gereja itu sendiri bahkan konflik internal gereja, hal yang paling dasaar yang harus dilakukan adalah setiap individu harus mampu merendahkan diri. "Harus ada yang rela untuk tidak merasa menang dan tidak meras rendah jika kalah," katanya. Karena, lanjutnya, kejahatan merupakan bayang-bayang dari seorang manusia. Jika ada tempat bagi seorang untuk melakukan kejahatan dan ditambah lagi dengan perilaku dan keimanan yang tidak kuat, maka semakin besarlah kemungkinan kejahatan itu tumbuh dalam kepribadian seseorang. "Agar tidak terjadi arogansi, seorang pemimpin harus mau merendahkan diri, jangan menganggap dirinya paling berkuasa," kata Sahala. Tokoh agama dan polri merupakan pilar keamanan dan stabilitas nasional. Maka untuk itu, diharapkan agar seluruh yang terlibat didalamnya kiranya bisa memberikan pemikiran dan saran untuk menjaga keamanan dan stabilitas nasional khususnya di Sumut. Tokoh agama dan polri harus bersinergitas untuk menjaga stabilitas nasional, sehingga keamanan dan ketertiban juga bisa dilahirkan. Raja Kami Sembiring mengatakan, gereja memberikan peran dalam menjaga stabilitas nasional khususnya di Sumut harus dimulai dari internal gereja sendiri. Karena jika gereja bisa menjalin kerukunan di dalam gereja dan menanamkan prinsip untuk tetap menjaga stabilitas tentu akan menjadi suatu pengaruh di lingkungan di mana si jemaat tinggal.
|
Suatu hasil akan lebih bermakna jika kita bisa menyadari dan menikmati proses bagaimana kita peroleh hasil tersebut. Maka, proses lebih baik daripada hasil yang diperoleh.
Selamat datang di blog saya
SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA............
HORAS !!!
HORAS !!!
Sabtu, 19 Februari 2011
Menjadi Polisi Pribadi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar