MEDAN, Fraksi Partai Golkar DPRD Sumut mendesak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Kejaksaan Tinggi Sumut segera turun tangan mengusut secara tuntas 2 kasus besar yang sarat dengan korupsi maupun proyek fiktif senilai ratusan miliar di DPRD Sumut yang diduga melibatkan oknum anggota dewan.
Desakan itu diungkapkan Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut H Hardi Mulyono SE MAP didampingi Sekretarisnya Mulkan Ritonga kepada wartawan, Senin (7/3) di DPRD Sumut menanggapi mencuatnya 2 kasus besar di lembaga legislatif senilai ratusan miliar rupiah yang diduga melibatkan oknum anggota dewan.
"Fraksi Golkar dengan tegas meminta KPK dan Kejatisu untuk memulai penyelidikan terhadap 2 kasus besar yang terjadi di lembaga legislatif. Apalagi disebut-sebut melibatkan oknum anggota dewan. Hal ini sangat penting, demi tegaknya supremasi hukum, sekaligus membersihkan lembaga legislatif dari mental-mental korupsi," kata Hardi Mulyono.
Adapun dua kasus besar yang menghebohkan lembaga legislatif ini, tegas Sekretaris DPD Partai Golkar Sumut itu, diantaranya kasus adendum gedung DPRD Sumut yang baru senilai Rp 14,5 miliar yang banyak ditemukan kejanggalan dan menyalahi prosedural, sehingga menimbulkan keuangan Negara yang begitu besar.
"Dari kasus adendum gedung dewan baru ini, yang paling fatal, pengalokasiannya tidak pernah dibahas di Banggar (Badan Anggaran), tapi tiba-tiba ada "diseludupkan" masuk di APBD Sumut TA 201, sehingga menimbulkan tanda-tanya besar. Anehnya lagi, setelah kita teliti, ternyata dana sebesar Rp 14,5 miliar ini sudah dicairkan PT Jakon (Jaya Konstruksi) selaku kontraktor pembangunan gedung dewan pada TA 2010," ujar Hardi.
Atas dasar itu, Hardi Mulyono melihat, addendum gedung dewan baru tersebut jelas telah menyalahi aturan hukum dan terlihat sarat permainan oknum anggota dewan, sehingga besar harapan F Golkar agar KPK dan Kejatisu segera turun-tangan melakukan pengusutan, sebab bagaimanapun, semua pihak menginginkan lembaga legislatif ini bersih dari oknum-oknum pelaku korupsi.
"Kita sangat mendukung gebrakan Sekwan DPRD Sumut yang meminta pendapat BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyangkut kasus adendum tersebut. Akhirnya BPK mengeluarkan pendapatnya, bahwa adendum itu menyalahi aturan, sehingga memerintahkan PT Jakon wajib mengembalikan dana Rp1,2 miliar ke kas daerah. Artinya, dari sisi keuangan jelas ada kerugian maupun pelangaran hukum," kata Hardi.
Sementara kasus kedua, tambah politisi muda ini, menyangkut dana Bansos (Bantuan Sosial) senilai ratusan miliar rupiah yang diduga melibatkan oknum anggota dewan, karena si penerima banyak yang diduga fiktif dan sarat permainan, tapi dikarenakan kepiawaian oknum dewan dimaksud, akhirnya dana Bansos bisa dicairkan.
"Kita tahu persis, permainan oknum dewan ini sangat piawai "menjatah" dana Bansos untuk anggota dewan. Bagi siapa yang menginginkan dana tersebut, si oknum dewan bisa mengurusnya dengan catatan harus ada fee beberapa persen," kata Hardi. Kasus ini sudah lama berlangsung, katanya, sehingga kita desak KPK segera turun tangan mengaudit dana Bansos selama 5 tahun terakhir ini (khusunya dana bansos untuk anggota dewan).
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar