Pasalnya telah terjadi perbedaan data ukuran luas tanah menjadi 6.575,99 ha atau selisih lebih 900ha dari data pengukuran lama 5.630 ha. Baik BPN dan PTPN 3 sama-sama berpendapat bahwa selisih lebih tanah itu adalah milik PTPN 3.
Anehnya, selisih lebih 900 ha tanah tersebut diklaim PTPN 3 sudah masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU). Sementara HGU-nya sendiri belum keluar atau masih dalam proses pengurusan. Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi A DPRD Kabupaten Asahan, BPN Sumut dan BPN Asahan dengan Komisi A DPRD Provinsi Sumut di Gedung DPRD Sumatera Utara Jl Imam Bonjol Medan, Senin (4/4).
Menurut Kasi Sengketa Kanwil BPN Sumut Masniari menyebutkan, jumlah luas tanah 6.575,99 hatersebut didapat setelah tanah rendahan, yang dulunya tidak diukur, masuk dalam pengukuran baru. "Batas-batasnya sama seperti ukuran lama, namun setelah tanah rendahan masuk dalam ukuranbaru, maka luas tanahnya bertambah," ujarnya.
Kepala BPN Asahan, Ali Rintop Siregar juga membenarkan bertambahnya luas tanah tersebut.
"Kami hanya berwenang menangangi luas tanah 10 ha, jadi di atas 10 ha wewenang BPN tingkatpropinsi. Kami kira pendapat dari BPN Provinsi tadi sudah mewakili kami," kata Siregar.
Namun menurut Ketua Komisi A Asahan, Bun Yaddin, apa yang disampaikan BPN tersebut belum mencerminkan kebenaran. Pasalnya tanah sekitar 900 ha yang diklaim PTPN 3 sebagai miliknya tersebut, sudah lama diusahai masyarakat. "Kenapa setelah masyarakat lama mengusahai tanah 900 ha itu, tiba-tiba PTPN mau merebutnya," tanya Bun Yaddin.
Anggota Komisi A Syamsul Qodri dari Fraksi PKS menambahkan, PTPN 3 yang menyebutkan HGU baru atas luasan tanah 6.575,99 ha tersebut sudah keluar, adalah sikap arogan dan membodoh-bodohi masyarakat. "Atau kejelasannya kita tanyakan ke BPN Sumut," katanya.
Hal senada juga disampaikan anggota komisi lainnya, Jonner Sinaga dari Fraksi PDI Perjuangan.
"Luas selisih lebih 900 ha itu berada di 7 desa dan hampir seluruhnya masyarakat hidup dari pengusahaan tanah itu. Artinya dengan kondisi ini, 7 desa ini lah yang mau dilahap PTPN 3," katanya.
Masniari mengakui, PTPN 3 sudah memohonkan penerbitan HGU yang baru seluas 6.575,99 ha. Namun hingga saat ini, HGU tersebut belum keluar menyusul masih adanya tuntutan masyarakat dan sengketa di pengadilan. "HGU nya belum memang belum keluar," katanya.
Pada rapat yang dipimpin Ketua Komisi A Hasbullah Hadi bersama Wakil Ketua Sonny Firdaus dan Sekretaris Isma Fadly Pulungan ini, juga terungkap tindakan sepihak penguasaan tanah milik kelompok tani oleh PTPN 4 seluas sekitar 300 ha di Desa Suka Makmur Huta Bagasan Kecamatan Bandar Mandoge.
Kemudian soal penguasaan tanah seluas sekitar 650 ha oleh PT Jaya Baru Pratama, dimana perusahan ini mengklaim telah memiliki HGU. Padahal menurut Bun Yaddin, status tanah adalah sertifikat yang dipecah-pecah menjadi 324 sertifikat hak milik.
"Artinya, kepemilikan tanah oleh 11 perusahaan, antara lain PTPN 3, PTPN 4, Jaya Baru Pratama, PTCSIL, PT Inti Palem Sumatera, Scofindo, Jarsuparlin Jaya, Caratia Sijabut, Efendi Taswid, masih bermasalah dengan masyarakat," katanya.
Rapat dengar pendapat tersebut belum membuahkan kesimpulan. "Kita masih terus mendalami permasalahan ini. Karenanya, kita akan mem-follow up pertemuan ini dan mengagendakannya secepat mungkin," kata Isma Fadly.
Untuk pertemuan nanti, kata politisi Partai Golkar ini, pihaknya akan memanggil PTPN 3, Kepala Kanwil BPN Sumut, Kepala Dinas Kehutanan Sumut, Kepolisian Daerah Sumut. Bahkan Anggota Komisi A Syamsul Hilal mengusulkan agar Gubsu, Pangdam I/BB dan Bupati Asahan, juga dipanggil. "Ini adalah persoalan rakyat, kita ingin komitmen dari para pemimpin di Sumut ini untuk mengatakan yang benar terkait kepentingan rakyat," kata politisi senior PDI Perjuangan ini.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar